Pakar hukum Islam kelahiran Mesir, Jasser Auda hadir dalam sebuah forum diskusi Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Rabu (22/2). Kegiatan yang mengusung tema ‘Nazhariyah al-Maqasid wa Ahammiyatuha fi al-Ijtihad al-Mu’ashir’ (Teori Maqasid dan Urgensinya dalam Ijtihad Kontemporer) itu dilangsungkan di ruang Prambanan Hotel Inna Garuda, Yogyakarta.
Pendiri Maqasid Institute yang berpusat di London ini menyampaikan apresiasi terhadap Muhammadiyah dan menaruh harapan besar pada umat Islam di Indonesia. “Ini merupakan kali pertama saya mengikuti acara yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah. Saya sangat terkesan dengan bagaimana acara ini dilangsungkan dan bagaimana sumber-sumber rujukan Islam yang dimiliki Muhammadiyah sangat jelas. Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang penting,” kata Jasser Auda.
Muhammadiyah, ujar Jasser, memiliki kepeloporan yang mampu memahami realita dan secara leluasa melihat berbagai realita yang ada serta bisa menanggapi dan meresponnya secara tepat dan berkemajuan. “Banyak sekali kearifan yang saya ketahui dari kepeloporan di Muhammadiyah,” katanya seusai diskusi.
“Saya sangat senang bisa berada di sini dan mendengar berbagai hal yang dipelopori oleh Muhammadiyah seperti Fikih Air, bagaimana memposisikan air dalam Islam, dan banyak lagi rujukan di Muhammadiyah. Karena menurut saya kita perlu bergerak jauh di luar sejarah dari Fikih itu sendiri menuju Fikih yang lebih kontemporer. Fikih kontemporer mencakup akan isu-isu dan problem seperti korupsi, air, lingkungan, dan kebijakan-kebijakan lainnya,” ujarnya.
Jasser sendiri saat ini sedang menulis buku tentang Fikih Air, sehingga keberadaan Muhammadiyah yang sudah menerbitkan Fikih Kebencanaan, Fikih Air, Fikih Anti Korupsi dinilai sebagai sebuah langkah maju. Sehingga lembaga fatwa semisal Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tidak hanya mengurusi dan berlarut-larut dalam perdebatan persoalan ibadah mahdhah saja.
Tak hanya itu, Jasser juga menaruh harapan besar pada muslim di Indonesia. Menurutnya, Indonesia adalah sebuah negara Muslim yang besar dan menjadi representasi Islam bagi dunia. “Mereka yang hidup di Barat yang ingin melihat bagaimana Islam dalam aplikasinya mereka akan melihat ke Arab dan Indonesia apalagi dengan jumlah Muslim Indonesia yang lebih dari 200 juta,” kata Jasser.
Representasi wajah Islam di dunia Arab memiliki banyak masalah, terutama disebabkan oleh konflik dan prahara kemanusiaan. “Kita menginginkan sebuah model dari Islam, keberadaan Indonesia menjadi sangat penting,” ujarnya.
“Harapan saya terhadap Muslim Indonesia adalah bagaimana mereka bisa memberikan sebuah model negara yang memiliki mayoritas muslim namun juga bersifat inklusif terhadap kalangan lain. Maka, selain Islami, namun juga multikultur. Saya hidup di Kanada, kami adalah masyarakat yang multikulltur namun kita bukan masyarakat Muslim atau Kristen dan lainnya. kami hanya multikultur saja. Saya kira Indonesia mampu menjadi negara yang Islami dan multikultur,” katanya.
Indonesia, harap Jasser harus mampu memberikan model bagaimana Muslim mampu hidup berdampingan dengan yang agama, suku, dan kelompok yang berbeda, memberikan mereka ruang dan memberikan mereka hak-hak mereka. “Di saat yang bersamaan, masyarakat Muslim Indonesia juga menjaga ajaran-ajaran, cara hidup, serta hak-hak mereka sebagai Muslim,” ungkap Jasser. Indonesia menjadi satu di antara sedikit negara mayoritas muslim yang mampu menerapkan prinsip demokrasi. (Ribas/Th)